30 Jun 2011

PENGUMUMAN LOMBA PUISI "KADO UNTUK GURU" inilah juaranya

PENGUMUMAN LOMBA PUISI "KADO UNTUK GURU" inilah juaranya

oleh Ady Azzumar pada 30 Juni 2011 jam 10:22
Bismillahirrahman nirrohim....
inilah nama-nama PEMENANG

1. KEPUTUSAN DEWAN JURI.

Arti seorang dewan juri adalah orang (panitia) yg menilai dan memutuskan kalah atau menang (dl perlombaan, sayembara, dsb) dan tentunya seorang Dewan juri tentulah kami pilih orang-orang yang berkompenten di bidang perlombaan tersebut.

Sahabat FB terkasih, inilah hasil pengumuman yang telah diputuskan dipilih dari 245 baik melalui email yang masuk atau melalui VIA POS. dan darii KEMARIN KAMI TELAH MEMILIH 30 nominasi SETELAH NOMINASI 30 BESAR dewan juri akan memilih 10 besar sekaligus akan ditentukan mana yang akan terpilih sebagai pemenang 1, 2, dan 3

Penentuan pemenang merupakan kewenangan juri, sementara untuk penentuan juara favorit, saya serahkan kepada para sahabat FB terkasih nantinya,

dan inilah naskah Juara 1, 2, 3 naskah terpilih:

JUARA 1

Dalam Lirih Mereka Berucap:
Berangkatlah ke Sekolah, Nak
karya: Ahmad Ijazi H, kelahiran Rengat Riau, 25 Agustus 1988



AYAH
Subuh belum lagi runtuh saat kulihat kau menyibak kabut dengan angan. aku tengadah, merupai wajah purnamamu. rahang kokoh bersanding senyum simpul. sementara gelombang pasang meraung-raung. kau merengkuh dayung, menancap pancang, lalu menabur jala ke tengah lautan. kendati lukah sering kosong saat kau kembali—sembari menenteng pengayuh patah dan lancang rumpis—raut purnamamu tiada kuncup. kau bilas peluh dengan sembahyang lalu berenang dalam simpuh di ladang lapang.

Berangkatlah ke sekolah, nak. kelak akan kudapati sepasang pergelangan tanganmu memahat perahu menjadi kapal bermesin angin yang membelah samudra dengan sirip-sirip perkasa. baca dan tirakatilah asin laut, meski badai kerap menggulung-gulung harapan. jangan pernah kau takutkan ombak, nak. karena Tuhan selalu menyediakan induk-induk ikan di dasarnya.

IBU
Belum lagi kokok ayam, matamu telah rekah menyalami subuh dengan rakaat ganda. usai menanam benih dalam tanak nasi, kau menyulam sayap-sayap rapuh, lalu terbang menembus belantara dengan sejuta harap di punggungmu. setiap pagi kubaui oroma getah. tetes-teses yang mengalir dari pisau takik seumpama tetes darah yang berjatuhan dari kelopak matamu. kulihat tangan keriput berlumpur getah, luka tersayat pisau takik, namun keluh tiada terbit di belah bibirmu yang lepuh.

Berangkatlah ke sekolah, nak. ibu tak rela jika jemarimu patah ternoda getah; cacat tergores pisau takik. biarlah ibu merasakan perih tersayat luka, daripada ibu merasakan perih dua kali saat melihat kau tak mengenal aksara. baca dan akrapilah teduh hutan dan wangi dedaunan dengan pikiranmu yang jernih. karena esok, boleh jadi hutan ini tak akan pernah lagi memberikan teduhnya padamu.

GURU
Belum lagi mentari usai berhias, kau telah mengisahkan mimpi-mimpi indahmu semalam di pintu kelas. sementara kumbang terus melubangi dinding. terkadang genting jatuh menyulut gaduh bersama derit tiang yang menjerit minta diungsikan. matamu kerap basah, lirih mengeja kata di meja-meja uzur, dan bangunan sekolah yang condong ke liang kubur.

Berangkatlah ke sekolah, nak. semoga esok, tak kau dapati lagi adik-adikmu belajar dalam ruang yang serupa gudang sembari membalut luka-luka mereka dengan air mata. lihatlah di puncak bukit, nak. raja-raja menenteng perut busung. tahu kah kau? konon, di sanalah kelayakan pendidikan kita kerap singgah.
*
Kutatap langit dalam tangis. lirihku melimpas. buku-buku mengapung dalam genangan air mata.

Aku rebah.

Pekanbaru, 2011

CATATAN: Dalam Lirih Mereka Berucap: Berangkatlah ke Sekolah, Nak!(+) Puisi naratif (ada unsur kisah, lengkap dg pelakunya). Dialognya lumayan kuat.(+) Pemilihan diksinya oke.(+) Penggunaan majas cukup baik.(+) Isi puisi bisa ditangkap oleh pembaca dan pendengar.




JUARA II
EPHEMERAL JUMAT PAGI.
(sebuah pecahan mozaik kecil)
karya: adhyra pratama irianto

bah! lonceng kuning tua itu berdenting lagi
mengiang-ngiang-ngiang-ngiang di kulit lembu gendang dalam telingaku
pagar besi logam berkarat berderak berderik bergeser perlahan-lahan-lahan-lahan
dan … tergerendel! aku terlambat
apa yang mau kucakap, tadi saat jam dinding rumahku yang berdetak mengisyaratkan tujuh kali dalam dentang denting dentang denting dengtang dengting dengtung! aku bersama air seni masih bergolek mesra bersetubuh dengan ranjang, puah! lalu kubasuh muka dan wajah-wajah berandalan dicermin kamar mandi tanpa basuh tubuh untuk mandi membiarkan berjuta bakteri menggigiti dan lalat-lalat menghampiri, dipacu bagai kuda bagai banteng bagai singa kupacu berlari-yah berlari tanpa setetes bahan bakar terisi, terlihat dari jauh pagar besi logam berkarat berderak berderik bergeser perlahan-lahan-lahan-lahan dan … tergerendel! aku terlambat
apa dayaku, sesosok tubuh bernama guru menarik daun telingaku terasa bagai tercabut akar serabutnya, dengan lembutnya dan dengan kasarnya, dengan lembutnya nada, dengan kasarnya bara, ia bercakap :
“hai! kau terlambat lagi!!”
kugagahkan teguh berdiri ditengah terik matahari pagi bersama satu kaki, di daun telinga teruntai dua jari yang mengapitnya sampai nyeri, yah, dihukum, aku di hukum,
masa itu masa aku berbaju olahraga bercelana pendek warna merah,
masa itu masa aku anak badung yang tak tau diuntung, anak nakal yang binal, anak kecil yang usil,
masa itu,, yah masa itu
kubalas senyum manis makhluk bernama guru itu dengan bengis, kutatap matanya dengan tajam tanda perlawanan, tanpa kusesali, malam tadi kuterjaga sampai pagi, bersama sahabat nonton televisi, puah!!
aku tak salah, aku benar-benar benar!
guru itu pasti cemburu, mengapa aku lebih tampan dari wajahnya, yah dia cemburu, aku terkekeh dalam hati dengan tubuh masih dalam kondisi teguh gagah berdiri ditengah terik matahari pagi bersama satu kaki, didaun telinga teruntai dua jari yang mengapitnya sampai nyeri
aku berkata padanya saat dengan ramahnya dia menanyakan apa mauku, kubilang aku tak mau nasi, aku tak mau kasih, aku tak mau air, aku tak mau syair, aku tak mau permen aku tak mau kau! aku hanya ingin hentikan deraan yang menusuk hatiku ini
yah dia berkata dengan marahnya yang meluap-luap bagai air dalam belanga yang hendak tumpah, telah berpuluh, mungkin beratus, pun beribu kali kau buat hal tak baik, tak inginkah kau menjadi seperti teman-temanmu yang tak suka buat masalah
aku tertunduk, tapi tak seonggok pun penyesalan hadir
karena;
aku
benar-benar
benar!
menurutku
…….
hingga dua puluh tiga tahun berlalu, kembaliku hadapi tembok yang melindungi saat ku hisap ilmu guruku, dengan wajah-wajah ceria anak-anak yang bercelana merah menyambutku bagai pemimpin baru yang dielu-elu, aku berganti jabatan, kini aku yang jadi guru
jumat pagi itu aku menutup pagar yang sama, yang membelengguku dua puluh tiga tahun yang lalu yang memberi arti ketepatan waktu
seorang anak kecil, berbaju olahraga sekolah bercelana pendek merah datang dengan tergesa-gesa, dia memohon pintu gerbang kubuka untuk masuk leluasa, huh, enak saja gumamku, kututup rapat-rapat dan kukunci gerendelnya membiarkan dia menikmati teman-temannya menari dari balik jeruji
saat ditatapnya aku dengan penuh nafsu membunuh, seketika kutersentak, ah, itulah arti yang diberikan guruku dua puluh tiga tahun berlalu, di hari yang sama, saat aku dan anak itu merasakan arti yang sama, saat dia dengan penuh amarah, tanpa sadar kesalahannya, bah,,
sesalku tak ada arti kini, berterima kasih akan ketenangan yang menghukumku dan memberi arti mahalnya detik berlalu pun tiada sampai karena maut telah lebih dulu memisahkan dia dengan aku
dengan berdoa padaNya agar maafkan salahku dan dia yang dulu menghukumku, aku tarik telinga anak itu, kuseret dia ketengah-tengah dan kubiarkan dia tegak teguh tegap berdiri ditengah terik matahari pagi bersama satu kaki, didaun telinganya terpasangkan jari tangannya sendiri yang mengapitnya sampai nyeri agar ia tahu diri

agar dia tahu arti ketepatan waktu,
sama seperti aku,
dua puluh tiga tahun yang lalu.



Curup, 2010
(untuk guruku, yang memberi arti pada hidupku)

catatan Juri:
Ephemeral Jum’at Pagi (Sebuah Pecahan Mozaik Kecil)(+) Puisi naratif sekaligus elegi, menggambarkan kisah secara detail.(+) Pemilihan diksinya sesuai.(+) Teknik penggunaan audio mampu merangsang imajinasi pembaca.(+) Penutup puisi memberi kesan tentang sebuah kepastian dapat disampaikan dg baik.



Juara III

PERENJIS EMBUN

Oleh: Hylla Shane Gerhana berdomisili di HONGKONG

Euforia
senja ini mengantarku
kembali pada sosok penelaah yang tekun
surga paling teduh kedua
setelah ibu
penghantar bahtera ke segara dharma
Agar aku bisa menyelami
rahasia khasah-Nya

Beginilah
duhai, guru
telah kita ramu
jejak-jejak yang riuh
di matamu
menjadi buku cerita
tentang laut
dan burung camar
yang cemberut.

Betapa kita tak lelah
membangun puisi
membaca batu-batu
di jalanan sunyi
lalu atas nama jiwa
kita tuliskan
tanda-tanda kematian hati,
pun masa depan.

ada bayang mulia
yang takkan sirna dari kalbu
ada bayang arifmu
yang tak pernah pergi
menyuguhkan gemericik teduh
air surgawi

yang mengkristalkan kata
menjadi mantra penawar galau

ada yang menyerah
pada gemuruh mesin
maka
puisi menjadi teman bermain

ada yang menyerah
pada gemuruh dada
lalu puisi
menjadi semacam keranda

guru
engkau cendekia pewaris ilmu
kubiarkan sahajamu
mendiami taman asa
diantara kuntum mawar peradaban
yang merekah indah
di antara mulia cita

duhai guru terkasih,
hadirmu di jalan yang berbunga
kagumku angin
yang hilir berhembus
duniamu peribahasa hidup
yang tak pernah jauh

engkau bagai awan indah
terbang rendah
melimpahiku hujan
pada musim gersang
menyegarkan benih ilmu
berbuah hikmah
njelma menjadi renjis embun
pada tanah bakat

guru,
aku ingin terbang melindap awan
menyusuri lembah kenangan
tempat kita menyegel kisah

engkaulah penegak kebenaran
melayani jiwa yang fana
penjunjung budi cikal negeri
cermin introspeksi yang takwa
aku bangga,
karena setiap kata yang kau deretkan
adalah bait-bait surga


Hongkong, 14 Maret 2011

catatan dewan juri: Perenjis Embun(+) Puisi bernuansa Ode. Pujian utk sosok guru(+) Kalimat pembuka berusaha mengantarkan pembaca pada riuh sosok guru.(+) Gambaran harapan yg disampaikan bisa dicerna dan tersampaikan dg baik.(+) Perpaduan kata benda dan kata sifat semakin membuat puisi ini enak dibaca.

SELAMAT BUAT TERPILIH.


INILAH 7 NASKAH BESAR UNTUK DIPILIH NASKAH TERFAVORIT PILIHAN PESERTA.
silahkan komentar alasan kenapa anda memilih naskah tsb sebagai JUARA TERPAFORIT:

urutan ke 4
senja di langit tua 1 (Untuk seorang guru TPA yang tak lelah mengabdi)
karya: Dwitya Sobat Ady Dharma


gerimis berbisik membuat rongga di hatimu, penjaga huruf hijaiyah

berbaju magenta, berlumuran darah-darah perjuangan
terpekur kau merindui secangkir teh manis
dalam teras pondok di ujung pintu kayu berdecit
basah kedinginan

semilir menyapu pena yang terus kau gores
menceritakan kisah hujan sore yang
tersusun dalam butir-butir kata
yang terselip dalam basah kaos kakimu
“Ini tentang aqidah, Bung! Perusak moral, jangan diberi sejengkal jatah di sini,” teriakmu.

aku tahu, pikiranmu melayang memikirkan
tangan-tangan yang meracau meminta ilmu
memegangi janji-janji senja hari
yang lusuh dan tak terdengar tertelan rimbun
yang satu-satu akan pasrah bersua tanah, ilmu terhempas
melayang


senja di langit tua 2

bekas sujud dari keningmu
hadir bersama decitan pintu yang langsung terhenti di serambi depan
kau lalu bercerita
pada anak sedang sibuk menyusuri hijaiyah
yang berenang pada nadi-nadinya

padanya, kau berkisah tentang hujan di senja hari
yang menitipkan melodi pada lidahmu
tentang paras lembayung nabawiyah
di selepas maghrib ini

wajah merahmu bercerita di antara tas ransel yang belum pernah terbuka
mencium basah kaos kaki

dan juga jaket hitam yang tak pernah kau cuci
dan kehidupan yang berkisah pada teka-teki
“Jaga terus hijaiyahmu. Jangan sampai lari!!”


senja di langit tua 3

selepas maghrib kau masih bercerita
masih dengan jaket hitam yang bau keringat
juga kaos kaki basah terkena banjir kata-kata
ditemani sendauan hangat dari malaikat

“Anak jaman sekarang susah jadi sholeh!
serambi ilmu sudah luluhlantak,” cecarmu.
kau bersandar sambil memegang erat spanduk demonstrasi
yang catnya luntur terkena ikrar aksi-aksi

ah,
kau masih saja bercerita
sembari menjaga hijaiyah yang berenang-renang sendiri
yang kau temui di lembayung ini
kenapa surau ini sepi sekali?


Senja di Langit Tua 1, 2 & 3 (Untuk Seorang Guru TPA yang Tak Lelah Mengabdi)(+) Kalimat pembuka dengan diksi yang cukup indah.(+) Puisi beraliran epik perjuangan guru tak kenal lelah.(+) Di samping epik, puisi ini juga menyampaikan kritik dan harapan dengan pertanyaan yang mengundang pembaca.

urutan ke 5
ALAT-ALAT TULIS MILIK SEORANG BOCAH KECIL SEKOLAH DASAR
YANG INGIN TERUS BELAJAR MEMBACAMU SEBAGAI GURU
karya: ARIF FITRA KURNIAWAN

Rautan Yang Kehilangan Cermin Bundarnya

Cerah matahari-matahari itu akan tertib terbit dari
ruang matamu yang dipenuhi meja--kursi kecil
tempat kau tabah mendudukkan pendidikan
serta membesarkan harapan, sebelum

kulit pukul tujuh dikupas oleh
genta kecil yang membagikan ting tongnya
seperti membagikan asinan mangga kepada
anak-anak waktu yang enggan mengkacai usia dan
di sepanjang koridor rapi berbaris sambil menggenggam doa
: Tuhan,
kami tak ingin lekas bertumbuh dewasa
kami tak ingin lekas bertambah jadi pelupa
amin.iman.aman.


30 Cm Tubuhku Adalah Penggaris Plastik

Inilah skala yang ditetapkan dunia kepada
tubuhku yang tiba-tiba merindukan
tanggal lahir buku-buku ilmu pengetahuan
jauh setelah ini kupegang
sebagai perbandingan-perbandingan

angka yang terbelah sedemikian simetri itu menandai
hari kali pertama kau menjatuhkan aku
kepada betapa sederhananya mencintai rumus fisika.

serbuk kertas yang entah mengapa
berhamburan begitu saja digravitasikan lengan
sepasang tanda kurung yang
tak sanggup memelukku namun berjuang
untuk terus memiliki ilmu bagi diri mereka sendiri

tanganmu terus menggosokkan
sentimeter-sentimeter kepada kepalaku
sementara aku membayangkan
mata lenganku memanjang mengukur kecepatan
cahaya kembang api yang berhamburan
jatuh tiap hari mengisi kantong baju safarimu



Aku Yang Tipis dan Pensil 2B

Maka tiap hari dada belajar bagaimana menebali
tiap detak nasib yang di kening meja tak pernah
tertera sebagaimana kegigihan ditujahkan
di lembar demi lembar peta yang purba,

ke bibirmulah memahami bahwa kesalahan
tak cukup cuma disilang dengan
berbagai perihal kemungkinan,

sebab sebenarnya tiap berkedip Tuhan
tak pernah alpa menjatuhkan hari-hari penuh ujian
yang kadang membuat baik itu gigil maupun gagal,
selalu pulang dengan ketakutan nyaris sama,

melipatkan kartu absensi kepalanya
ke saku mata




Progeria di Penghapus Bergambar Boneka

Di lapang papan, aku rasa ingin tahu yang terus saja mencoret-coret
diri dengan pengalaman pribadi sambil menunggu
warna kembang menjadi bahasa terjemahan

kau menyuruhku melawan segala sedih yang tumbuh
di pelupuk usia yang digerogot progeria
ketika aku mulai malas membaca

ketika aku harus membakar kemudian memadamkan
hari ulang tahun diri sendiri yang datang
lebih cepat tiap dua menit sekali



Sebuah Buku Yang Menjadwalkan Ketidaktahuan

di jadwal buku pelajaran mana aku bersihadap
dengan jalan-jalan yang dengan riang kau lepas dari
tangkup telapak tangan, yang kemudian aku tangkap
dengan dada deg-degan.

untuk semua yang terus melompat itu kadang
aku mesti memutar dahulu katup jam beker
yang tergantung di telingaku ke belakang
berlawanan dengan arah jarum jam

semata-mata agar aku dapat memastikan
di celah siapa saja aku pernah dengan masa lalu
dan persimpangan berkejar-kejaran.
.
arahmulah kiblat yang
membimbing seluruh kebimbangan kaki agar
berhijrah dari ketidaktahuan paling jahiliah

catatan dewan juri: Alat-Alat Tulis Milik Seorang Bocah Kecil Sekolah Dasar yang Ingin Terus Belajar Membacamu sebagai Guru(+) Kalimat pembuka cukup menggoda alam pikiran saya.(+) Penggunaan majas personifikasi yang pas dengan racikan diksi yang sesuai.(+) Ending puisi menjelaskan ringkasan isi.(-) Judul terlalu panjang. Tidak mesti diperjelas, meski judul menggambarkan isi puisi.



urutan ke- 6

Guruku Sayang
Kepada; guru-guru masa SMA
karya: Jaka Feri Kusuma

Pak Bastomi;
Cintanya luas
Saat anak padi bertunas mesra, ia mesra bersama kami
Bersusunsusun menimbah cakrawala
Menikmati musim
Dan menghidangi jiwa dengan ilmu
Ia kuat, tegar bagai arca bagi legenda
Terkadang ia lembut seperti angin tak terjamah
Mimpinya mengantarkan kami lelap dalam cinta
Nestapa pergi bersama senyumnya yang berbunga
“Ananda, hari ini bahasa Indonesia.”
Tak bosan
Tiga kali dalam sepekan
Ia selalu hadir bersama angan
Dan kami tetap mencintainya hingga tahun-tahun depan.

Alm. Pak Ahmad Rosyidi;
Dulu, kami sering mencoreng namamu. Kau bagai kerikil, menghujam kepala kami hingga redam. Saat itu taklah kami paham bahwa kau mencintai kami dengan adat yang berbeda. Bila kini kau hadir bersama kami, ingin kami lukis tubuhmu dengan tinta cinta, kami buat sketsa rindu menggebu biru. Pak, kami rindu hujatanmu — dulu.


Pak Charles;
Kau ajarkan kami tentang Tuhan dan utusan-Nya
Kau ajarkan kami tentang cinta dan mulia
Pesan bijak yang kaudendangkan terekam dalam:
“Ananda, harta tak dapat memberimu cinta tapi dengan ilmu kau dapat mengeja cinta.”

Pak Kamil Ihsan;
Bagi kami, ia terlalu indah untuk dilukiskan. Sebab keseluruhannya adalah puisi.

Bu Yanti Siska;
Merajut lagi bahasa cinta yang kaukirim
Kami berkeliling dunia tanpa harus menjelajah seluruh arah.
Bunda kedua, tempat membagi segala gundah.

Bu Maryani;
Langkah tatihnya mengoyak pintu rezeki yang tak seberapa dalam. Sedang kami hanya bisa menghadiahi berjuta rindu tak terhingga.


catatan dewan juri Guruku Sayang(+) Puisi bernuansa Ode. Pujian untuk sosok para guru.(+) Penggunaan majas personifikasi cukup apik.(+) Penjelasan tentang masing-masing tokoh pujian tersampaikan dg baik.



urutan ke 7
Guru Berjasa ala-Bocah Desa (No urut 14)
Oleh: Samsul Zakaria

Aku adalah bocah desa. sekadar huruf ‘a’ saja, tiada pernah kubaca. bicara saja sangat terbata-bata. apalagi menulis, tak pernah kupegang pena. mungkin hanya membaca alam, sembari mengembala di padang sahara. atau bicara lewat peraga dengan sapi-sapiku yang tak mampu juga bersua. paling jauh, aku goreskan kayu mungil nan panjang, membentuk rasi bintang di ufuk sana.
Bapakku sudah lama tidak bekerja. akulah yang menjadi ‘badal’-nya. tak tega rasanya melihat ayah tergeletak lemas, tiada berdaya. kecelakaan itu, adalah bencana bagi kami. sepulang mengajar, dengan sepeda ontelnya, ayah terhampar jauh. sebuah truk kontainer yang sungguh kencangnya keras menghantam. sudahlah, tak kuasa lagi aku gambarkan derita ayah. kalau ayah terluka maka akulah yang ikut menanggung jua.
Kala itu aku masih berumur tak lebih 5 tahun. seharusnya aku masuk TK. belajar riang bersama bu guru yang juga periang. tapi lagi-lagi biaya. biaya sekolah di desaku lumayan tinggi. tak pernah aku tahu bagaimana ceritanya. apalagi diriku masih terlalu dini untuk memikirkannya. yang jelas, untuk makan saja, kami merasa sulit. ibuku sudah tidak berjualan di pasar Senin. ibu hanya menunggu ayah di gubukku yang nyaris rubuh.
Aku ingin belajar. itu pasti, Kawan! tapi bagaimana dengan sapi-sapiku? dia adalah guruku di alam terbuka. mengajari bagaimana menjadi orang penurut. menjadi pribadi yang banyak memberi manfaat dan guna. tak tega jua aku meninggalkannya. kalau sehari saja tak makan pasti guruku, sapiku, mati tak hidup lagi. mungkin tahun depan tak ada nasi di meja karena tak punya uang membeli beras. biasanya, tiap tahun, satu sapi dijual untuk menutupi kebutuhan dan hutang.
Siang, dengan surya yang begitu terang. teman ayahku, seorang guru, kunjung ke gubukku. momen yang paling berharga bagiku. dia menawariku masuk SD. awalnya aku tak terima. aku masih ingin bercengkrama dengan sapi-sapiku. semakin lama semakin akrab saja. tapi guru itu, terus merayu. dia berjanji akan menyewa orang untuk kembalakan sapi-sapiku. akhirnya aku turuti. biar bagaimanapun aku ingin juga sekolah.
Aku belajar dengan teman-teman di SD. aku senang, walau bayangan sapi terus mengiang. aku belajar dengan sungguh-sungguh. walaupun derita ayah tetap membuatku terenyuh. pelajaran selalu aku ulangi di rumah. meski ragaku selalu dikitari letih dan lelah. kalau ada kendala aku masih bisa bertanya ayah. atau pada ibu yang sempat sekolah walau sekadar 3 tahun saja. hanya ayah dan ibu, karena aku anak satu-satunya.
Akhir semester adalah saat yang mendebarkan. aku tahu dari ayah bahwa ada peringkat kelas yang akan diumumkan. oh Tuhan, akulah juara itu. akulah orangnya. bocah desa yang awalnya tak tahu apa-apa. aku hadiahkan prestasi ini untuk ayah, sang mantan guru. juga untuk sapiku yang ada di kandang. untuk semua, yang dengan tulus mengajariku arti hidup dan kehidupan. mereka adalah guru yang paling berjasa. terima kasih!


catatan dewan juri : Guru Berjasa ala-Bocah Desa(+) Kalimat pembuka yang cukup tegas, lugas dan jelas, menunjukkan sebuah identitas.(+) Terdapat majas persamaan yg mengandung sindiran pada kalimat sapi dan manusia.(+) Diksinya lumayan baik.(-) Kemasan cerita naratif puisi terlalu datar membuat yang membaca kurang tertarik. Padahal openingnya cukup bagus. Ending puisi juga datar.


urutan ke 8
Celoteh Siswa Sebuah Sekolah Pedalaman
Oleh: Sandza

/Celoteh Tentang Kelas Setengah Spasi/
Kelasku setengah spasi. Tak pernah bertitik selalu berkoma. Berdinding lumut pilu.
Kelasku beratap angan hampa. Tak pernah berwujud. Menguap dibilik jendela tanpa kaca.
Kelasku beralas karpet bumi. Tempat bermukim bakteri. yang menggerogoti pangkal ulu isi kepalaku. Hingga aku tak pantas bermimpi.

/Celoteh Tentang Guru Ber-Ibu Alam/
Guruku tidak lahir dari bangku pengetahuan. Berotak kumpulan rumus canggih dan kritis. yang akan mengaduk silsilahku.
Guruku terlahir dari persilangan dua dimensi. Ibunya bernama alam. Ayahnya bernama hati nurani.
Guruku menopang ragaku. Menuntun tanganku mencakar awan. Namun sayang, guruku tak bisa terbang. Hingga mimpiku sebatas lambaian tangan.

/Celoteh Tentang Sekerat Mimpi Menjadi Guru/
Mimpiku menjadi guru pendonor ilmu. Akan aku transfusi setetes bara. Agar kelak akan lahir anak bangsa berkulit baja.
Mimpiku menjadi guru pemasak ilmu. Akan aku suguhkan sepiring angka. Agar kelak lahir pahlawan bersenjata intelektual.
Mimpiku menjadi guru penyulam ilmu. Akan aku untai sebait cerita. Tentang: ”Sekolahku yang akan bermetamorfosis menjadi istana penjajah.”

Sumedang, Mei 2011



catatan dewan juri : Celoteh Siswa Sekolah Pedalaman(+) Citarasa aliran puisi liriknya terasa sangat kental.(+) Penggunaan diksi sangat baik.(-) Endingnya jadi kurang menarik, karena ‘penjajah’ identik dengan kebrutalan.



URUTAN KE - 9
Kasta, Ilmu, dan Harta
KARYA: Aisyah Rendusara

Reguk penantian panjang sebuah status
Yang terkutuk dan menggerus
Membuat tubuh kami kurus
Ya, kami dan orang tua kami yang mampus

Dan deru ilmu sulit kami kejar
Padahal ribuan lembar telah kami tebar
Dan berdiri kami berjajar
Menunggu di kasta mana kami akan sejajar
Tak bisa lagi kami tersenyum lebar

Ujung peluh kami tumpah pada satu label
Yang hanya cocok untuk yang berteve kabel
Dan untuk yang punya harta berjubel
Kini ‘beruang’ menjadi tokoh utama dalam fabel.

Ingin aku berteriak dan mencaci
Karena percuma prestasiku telah dicuci
Sulit meski air mataku telah sepanci
Tetap saja aku berhenti disini, terkunci

Cih, beginikah bila ingin aku berseragam,
Dan mengecap ilmu yang ku idam,
Haruskah kapalku menabrak dan karam,
Karena yang berkuasa pun tak bisa naik pitam?

Berhenti aku sejenak,
Meresapi dalam benak.
Kini kasta,
Ilmu,
Dan harta,
Ketiganya terlalu cepat bercinta,
Sampai cukup sudah ku muak.


Jakarta, 9 Juni 2011.

CATATAN DEWAN JURI: Kasta, Ilmu, dan Harta(+) Puisi bernuansa Satirik atau sindiran.(+) Puisi bersajak pada setiap baitnya.(+) Pemilihan diksi tidak terkesan dipaksakan.(+) Pesan dapat disampaikan dengan baik.


URUTAN KE 10
RIWAYAT KAPUR TULIS
: untuk Bapak dan Ibu guruku
KARYA: Agus Kindi


(1)
terkenang kala kanak berlayar dalam sebermula hulu
mengeja ilmu dalam sebuah riwayat
lonceng berderai pagi hari, bendera merah putih
berkibar dalam sebuah fragmen hitam putih
ingatan menanduku kepadamu yang alpa tercatat waktu
dari kapur tulis, tertinggal jejak angka dan kata
kuterjemahkan sebagai cahaya mengenal dunia

wanita yang di dadanya berdesir pengabdian sejati, ibu guruku
lelaki yang di jantungnya tersemat degup berbagi ilmu, bapak guruku
aku pun mulai mengenal nama-nama, pelangi dunia,
sejarah, berhitung dan kepak aksara dan bahasa
meninggalkan harumnya dalam ingatan masa kanakku

“Pandanglah ilmu pengetahuan dengan bijaksana, anakku.
dunia luas kau buru, simpan jadi obsesi.
: negeri terjauh dalam gelegak zaman berpacu.”
kapur tulis bercerita bagaimana rumus-rumus tercipta
yang bisa pecah saat aku mengerti logika dan paradigma


(2)
papan tulis tua, bangku kosong, lemari beranjak rebah
mengukir sejarah manis kala kukenang:o mantera-mantera titipan
kau pun mulai menyingkap kegelapan mataku,
dalam alun dan tembang pengabdian
yang tak bisa kubaca, hanya tandanya mampu kukenal

ketika itu kau datang terlampau pagi, membawa sepeda ontel
menghapus papan tulis, menyiapkan materi
dan suatu ketika kau berkata padaku bahwa
itu semata pengabdian kecil para pemberi
kapur tulis bercerita padaku masa lalu, kanak yang haus
ilmu yang menggelegak dalam darah

bangku kosong, papan tulis tak lagi hitam,
bangunan tua yang menyimpan bayang-bayang
beralih menjadi gedung, menyimpan jejak sepatuku
kulewati dan kuziarahi waktu untukmu bijaksana, bapak ibu guruku
kulihat samar yang asing: matamu yang lelah merajut waktu
namun kerlipnya terus menyala dalam sanubari


(3)
ilmu yang kau larungkan telah menjadi gelegak darahku, kuburu
sepanjang detak nadi ke negeri terjauh
kapur tulis yang tak lagi kukenal terus memburu
akan bayanganmu yang tak akan bisa terhapuskan

o waktu yang celaka...menyihir nostalgia dan kenangan segala
beranjak tua
bagiku wahai namamu para penerang, terpatri abadi dalam
sejarahku yang cinta
telah kau tuntun aku berkelana: membaca tanda, haus ilmu
tak akan bisa habis kureguk

o aku yang mabuk dalam kembara waktu dan peristiwa

“Bila kelak kau jadi orang pandai ,anakku.
Merunduklah bagai padi di pematang usiamu, kumandangkan
pada semesta: ilmu semata yang membuatmu berarti di dunia.”

untuk takzimku wahai guru kehidupan
sajak kecil kupersembahkan, seiring cinta dan kenangan....


Juni 2011

CATATAN DEWAN JURI: Riwayat Kapur Tulis(+) Judulnya bagus membuat pembaca ingin tahu.(+) Penggunaan diksi sesuai.(+) Terdapat majas personifikasi yang pas.(+) Pesan moral tersampaikan dengan baik.


semua naskah yang masuk…sungguh luar biasa, saya pribadi ketika membaca naskah-naskah itu tetap serasa terhipnotis, terpaku diam bahkan lebih banyak membuat sesak. Semua naskah bagus dan tentu tidak ada hak bagi kami…untuk mengatakan naskah tak layak. Tetapi semua ini adalah ajang kreasi kepenulisan… bagaimanapun beratnya, kami harus mengambil keputusan.dan Sekali lagi, menang dan kalah bukanlah sebuah tujuan utama, sebab keikutsertaan para sahabat jauh lebih berharga dari hanya sekedar istilah kalah atau menang.

dan Alhamdulillah setelah berbincang bincang, awalnya kami akan memilih 150 naskah saja yang akan dipilih untuk diberi ruang dan akan diabadikan dalam bentuk apresiasi naskah berupa "DIBUKUKAN". namun, akan tidak logisnya saya serta akan membuat kezholiman bila dari 245 naskah yang masuk hanya 150 kami ambil sisanya dibiarkan begitu saja, tanpa membaca bagaimana kerja keras sang peserta yang telah mengetik naskah + mentransfer uang pendaftaran + lalu mengirimnya via email atau via pos yang lagi lagi mengeluarkan uang yang banyak buat peserta.

maka dengan itu sebagai tanda apresiasi kami terhadap sebuah karya SEMUA NASKAH YANG MASUK KESELURUHAN AKAN KAMI BUKUKAN TANPA TERKECUALI. dan PERMOHONAN MAAF, buat peserta kami bila bukunya nanti terbit tidak bisa kita berikan secara gratis ataupuan pembagian royalti. dengan alasan 1. biaya penerbitan mahal. 2. belum lagi uang ongkos kirim ke daerah-daerah buat peserta. maka dengan itu nantinya akan kami beri harga diskon 50% khusus terhadap penulis paSa setiap 1 buku yang dipesan.

dan buat pemenang hadiah akan DI kirim setelah tanggal 6 juli 2011 karena posisi saya sedang di Bengkulu.
dan sertifikat semuah peserta kita kirim via email masing masing.

terimakasih atas apresiasinya, dan jura TERfAVORIT AKAN DINILAI dari banyaknya komentar dari detik ini hingga besok .
saya hanya ingin mengucapkan,terimakasih kepada:

1. Peserta
2. Dewan Juri
3. Para pemberi hadiah: Bang bamby Cahyadi, Benny Arnas, uda Agus, Nana Sastrawan, Nessa kartika, Satrio Santosa
4. Para blog yan telah mengiklankan lomba ini


salam sastra:
by: penyelenggara creator group Rumah Puisi
Ady Azzuma

1 komentar: