23 Mar 2011

Dapatkah aku_menggapai mimpi itu?



Saat aku baru menginjak kelas XI di sebuah madrasah swasta yang ada dalam ruang lingkup pesantren, kala itu kalok tidak salah pas hari minggu,entah tanggal berapa?, yang aku ingat hanyalah saat itu dikelas yang  baru sehari aku duduki itu tidak ada gurunya, akhirnya kami lima sahabat yang telah terkenal dengan sebutan gost-p alias golongan santri thinking positif and perfect membuat lingkaran agar lebih perfect ngobrolnya, jarang-jarang lo dipesantren bisa ngobrol didalam kelas karena gurunya pada muluk-muluk.
Kami berenampun mulai membuka obrolan dengan mendiskusiakan tentang kebenaran teori Darwin yang mengatakan bahwa manusia adalah revolusi dari kera, ihhh..najis dech, dasar orangtak berakal. Pada mau nggak kalian dikatakan keturunan kera??, enggak kan.
Saat itu didalam kelas yang mempercayainya hanyalah acoy, akhirnya ia harus melawan 5 orang sahabatnya sendiri untuk membuktikan kebenarannya. Yachh..aku anggap sih dia mempercayainya karena dia merasa lebih baik jadi kera, hehehe..
Setengah jampun acara didskusi itu difiniskan sama kak anif, orang tertua diantara yang lain, kak toan (red. ketua), kami semua memanggilnya.
“sekarang saya minta diam semuanya, kalok kayak begini cara diskusi kita, tak akan ada ilmu yang kita dapatkan, meskipun dapet paling ilmu bohongan” semuanya diam saat kak toan berbicara, bukan karena takut, melainkan rasa hormat dan menjaga kenyamanan bersahabat.
“yang terpenting percaya atau tidak tentang teori yang aku bilang aneh itu, itu hanyalah sebuah teori belaka dari seorang yang tak mengenal islam, mau percaya atau tidak kita ini adalah makhluk yang terbuat dari tanah dan diciptakan untuk bert akwa pada allah, tuhan semesta alam” dia sedikit menjelaskan dan menutup penjelasannya dengan salam.
Acara diskusipun ditutup dan berganti tema
“bercita-citalah!”
Pertama-tama kak toan menanyakan pada acoy tentang apa yang ingin diraihnya dalam hidup  ini.
“aku ingin menjadi filosofi” jawab acoy tegap, meski aku yakin ia tidak mengerti apa itu filosofi. Heheheh, emang acoy bodoh apa?
Kemudian pertanyaan itu belralih pada amin, uut, alunk dan qiqi. Mereka semua menjawab apa yang ingin mereka raih dimasa yang akan datang, sebuah cita-cita atau sebuah mimpi-mimpi yang didamabakan. Amin mencit-citakan dirinya kelak menjadi atlet tingkat nasional, uut ingin menjadi programmer handal,alunk penakluk wanita,(aneh ya..cita-citanya, tapi itu beneran lho…swerr gue gak bo’ong), qiqi vokalis band, semuanya sudah tahu kalok suara qiqi paling merdu diantara kita ber-6.
Dan akhirnya sebuha pertanyaan itu tertuju padaku,
“apa cita-citamu kawan?” Tanya kak toan padaku.
Aku terdiam seakan dari sebagian darahku menghilang, sebuah pertanyaanpun datang dari hatiku untukku?, “apa mimpimu?, katakana dan raihlah
sedangkan aku malah balik nanya pada hatiku sendiri “apa mimpiku?, kamu tahukan?”, sungguh pertanyaan yang labih sulit dari soal UNAS SMP kemaren, rasanya aku mati akal untuk menjawabnya.
Kak toan dan sahabatku yang mendapatiku bengong menatapku lekat-lekat, mereka menatapku aneh, Sedang hati dan aku masih terus saling Tanya tentang mimpi.
“a’, kok bengong?” Tanya kak toan, “ditanya malah diam, kamu gak punya cita-cita ya…?” segera is menodongku dengan sebuah pertanyaan yang menjadi sebuah lecehan bagiku, karena aku tahu dari sebuah kata dari seorang sastrawan entah siapa namanya, “orang hidup didunia tanpa mimpi-mimpi’ (red cita-cita) layaknya orang mati, bahkan lebih baik mati” ,
akhirnya dengan tegas aku berkata “kalian salah, kata siapa aku tidak punya cita-cita”
“kalok punya, kanapa gak disebutkan dari tadi a’, yachhh ketahuan yaa gak punya cita-cita…” tiba-tiba mendengar acoy melabrakku, wajahku terasa hangat, rasanya semua darah dalam tubuhku menyatu diwajahku, tentu wajahku merah padam antara marah dan malu.
Tanpa sadar, aku membentak acoy “AKU PUNYA COY!!!”
Semuanya shahabatku diam membeku saat semua mata siswa dikelas baru itu tertuju padaku layaknya nobar kisah wali songo diperpustakaan pesantren pas malam potan(liburan pesantren yang biasanya selasa dan jum’at, dimana semua santri bisa nonton tv dengan membeli karcis layaknya dibioskop), tak ku sangka murid sebelahpun ada yang menongolkan kepalanya didaun pintu dan jendela, dan alangkah palangnya, ustadz allawi, BP sekolahku tahu bahwa dikelasku terjadi keributan meski tidak disengaja, dan itu olehku.
“siapa yang berteriak barusan?” tanyanya dengan muka singanya, garang seperti mau makan. Tanpa dikomando semua mata kembali tertuju padaku.
“kamu lagi…kamu lagi., ayo akut kekantor BP”  aku membuntutinya layaknya seorang teroris yang baru saja tertangkap. Nasib..nasib…padahal aku tidak sengaja, tapi inilah hidup,sesuatu akan terjadi jika melakukan sesuatu meski tanpa kita sadari.
“kanapa kamu berteriak seperti itu, kamu kan tahu undang-undangnya menjadi siswa disini, tidak boleh melakukan tindakan yang merugikan orang lain, kenapa kamu berteriak?” tanyanya bersungut-sungut seperti mau memakanku.
“aku tidak sengaja pak,tadi aku dan teman-teman sedang diskusi tentang cita-cita”
“apa benar begitu caranya diskusi, pakek teriakan segala?”
“saya emosi pak, masak saya dikata gak punya cita-cita, bapak tahu kan kalok orang yang gak punya cita-cita itu diibaratkan sama orang yang mati…lah saya gak mau pak disamakan dengan orang mati, makanya tanpa sadar aku berterik sama dia kalok saya punya cita-cita” jelasku. Bapak itu hanya manggut-mangut dan tiba-tiba tanpa aku duga dia malah nanyak apa cita-citaku.
“budayawan,seniman,dan sastrawan pak, tiga dalam  satu-kesatuan itu adalah cita-citaku” aku berusaha menjawab dengan tenang.
“aku ingin menjadi seperti cahril anwar atau buya hamka pak  yang menggepakkan sayapnya untuk menaungi bangsa dengan karya ciptanya.” Lanjutku.
Bapak itu tmelamun sebentar , mengangkat wajahnya dan berkata “oh..yasudah, kamu boleh keluar, semuga apa yang kau cita-citakan tercapai.,” melihat aku yang tercengang bapak berbadan gemuk itu kembali berkata “amien donk…”
“amien ya allah…” ucapku.

Inilah cita-citaku…
Namun, saat ini mulai terbesit pertanyaan dalam hatiku “bisakah aku menggapainya?, menjadikannya bhantal dalam tidurku?”,
Tuhan kabulkanlah…..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar